Home

Mari Kenali

Umbu Wulang Tanaamah Paranggi

AKTIVIS LINGKUNGAN HIDUP & MASYARAKAT ADAT NTT

UMBU WULANG

Umbu Wulang Tanaamah Paranggi S.Sos adalah Putra Flobamorata. Umbu Wulang terlahir di sebuah lembah bernama Kampung Kananggar, Kecamatan Paberiwai, Sumba Timur. Beliau lahir pada 13 Oktober 1980 silam.

Ibundanya bernama Rambu Hana Hunggu Ndami, B,Sc (Almh). Beliau dahulu adalah seorang guru SPG (sekolah Pendidikan Guru) di Sumba Timur. Beliau adalah guru Bahasa Inggris, Matematika dan Ilmu Alam. Ayah beliau, Umbu Landu Paranggi (Alm). Beliau berprofesi sebagai sastrawan, wartawan/redaktur sastra di Harian Bali Post.

Emha Ainun Nadjib di kediaman Umbu Landu Paranggi di Bali tahun 2017.

Beliau merupakan putra bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakak sulungnya adalah Umbu Domu Wulang Maramba Andang (Lelaki Sulung). Beliau berprofesi sebagai petani dan salasatu perangkat pemerintahan desa di Kananggar. Berikutnya, Rambu Anarara Wulang Paranggi (Perempuan). Kini beliau sebagai seorang pegawai negeri sipil di Pemerintah Daerah Sumba Barat Daya.

Umbu Wulang mempunyai Istri Bernama Sari Ery Evranita Sagala yang dinikahinya pada 2018 silam. Dari perkawinan tersebut, mereka dikaruniai seorang anak Bernama Umbu Urra Landu Paranggi Mandang Nara Mandung Maramba Awang. (Umbu Mandung), panggilan anaknya kini berusia 1 tahun 8 bulan. Mandung merupakan nama yang diambil dari Bahasa Humba (Sumba) yang berarti kokoh, Kuat dan Bahasa Batak yang berarti berusaha menggapai/meraih/memetik.

Umbu Wulang atau Wulang yang berarti Bulan ini menamatkan sekolah pendidikan dasar di SD Masehi Payeti 3 di Waingapu. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Waingapu. Selanjutnya menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN 1 Waingapu) melalui jalur kelas Bahasa.

Pada tahun 2007, beliau mendapatkan gelar akademik S.Sos setelah menamatkan studi Ilmu Sosiatri di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa di Yogyakarta.

Semasa perkuliahan, Umbu Wulang aktif di berbagai kegiatan organisasi mahasiswa intra maupun ekstra kampus di Yogyakarta. Mulai dari jadi Aktivis Pers Mahasiswa Teropong STPMD yang dijalani dari menjadi anggota hingga dipercaya menjadi pemimpin redaksi. Begitupun saat menjadi Aktivis GMKI yang kemudian dipercaya menjadi Ketua LPP ( Lembaga Penerbitan dan Pers ) GMKI Yogyakarta.

Saat masih berkuliah hingga pasca kuliah di Yogyakarta, beliau juga aktif di berbagai kegiatan kemanusiaan. Beliau merupakan Koordinator Trauma Healing untuk anak anak korban Gempa Bumi Yogyakarta 2006 di Jaringan Relawan kemanusiaan Yogyakarta yang dikomandani Romo Sandyawan Sumardi.

Pada 2008, beliau bergabung dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Yogyakarta yang fokus pada advokasi isu isu keadilan ekologis. Lingkungan hidup dan Masyarakat adat. Beliau dipercaya menjadi Koordinator Pengorganisasian Rakyat. Beliau banyak bersama komunitas korban korban Pembangunan. Diantaranya bersama komunitas Masyarakat di Kluwih, Pacitan yang menolak pertambangan emas milik perusahan asing di Kawasan hulu Sungai di Desa Kluwih. Beliau juga bersama Masyarakat Kulonprogo yang menolak pertambangan Biji Besi di Pesisir laut Kulonprogo. Beliau juga melakukan advokasi perlindungan Kawasan sumber penghidupan bersama Masyarakat di kaki Gunung Merapi dan Menoreh di Sleman Yogyakarta dan Magelang Jawa Tengah.

Pada awal 2010, Umbu Wulang memutuskan pulang ke NTT, di kampung halamannya di Sumba. Beliau menjadi Relawan di Yayasan Sosial Donders. Sebuah Lembaga kemanusiaan di bawah naungan Kongregasi Katholik Redemptoris. Beliau kemudian bersama Masyarakat sipil di Sumba juga luar Sumba dan Masyarakat lokal sekitar Kaki Gunung Wanggameti dan Tanadaru melakukan advokasi menolak kehadiran PT. Hillgroves Resourches, Perusahan tambang emas dari Australia yang akan melakukan eksplorasi di kedua hutan gunung terbesar di Pulau Sumba tersebut. Mereka terus melakukan aksi demonstrasi dan advokasi penyadaran lainnya. Mereka berhasil ! perusahan memutuskan menghentikan proyeknya karena penolakan yang massif dari Masyarakat Sumba terhadap investasi yang berpotensi menghancurkan hutan gunung mereka. Mereka mengusung tema perlawanan “ Nda Humba Li La Mohu Akama” yang berarti Kami Bukan Sumba yang Menuju Kemusnahan. Mereka memiliki komunitas perlawanan yang dinamai Komunitas Peduli Martabat Tanah Sumba (KPMTS) dan Barisan Rakyat Anti Tambang Minerba di Sumba ( BRANTAS ).

Kedua komunitas inilah kemudian yang menginspirasi Umbu Wulang bersama Pater Mikael Molan Keraf menggagas Festival Wai Humba. Sebuah Festival yang memperingati perlawanan orang Sumba dalam melawan praktek praktek Pembangunan yang menghancurkan alam Sumba. Sebuah Festival yang mengajak seluruh orang Sumba untuk melindungi alam dan melestarikan budaya budaya yang memproteksi sumber sumber penghidupan utama orang Sumba. Sebuah festival yang memberikan penghargaan kepada individu atau kelompok yang melakukan kerja kerja pelestarian alam dan pemuliaan budaya Humba. Festival Wai Humba diselenggarakan setiap tahunnya di Pulau Sumba. Umbu Wulang adalah Dinamisator Festival Wai Humba ini.

Karena konsistensinya, Festival Wai Humba masuk nominasi 15 besar penghargaan Earthshot Prize dari Eropa pada tahun 2023 ini dalam kategori pelestian lingkungan hidup berbasis nilai nilai adat.

Kiprahnya bersama Masyarakat di kampung kampung di Sumba diketahui oleh para pengurus Wahana Lingkungan Hidup Indonesia NTT. Pada tahun 2016, beliau dipanggil untuk ikut serta dalam pencalonan sebagai Direktur WALHI NTT yang diselenggarakan di Maumere, Sikka. Beliau terpilih lewat voting di negeri Tana Ai, Maumere.

Sejak 2016 sampai sekarang beliau masih terus memimpin WALHI NTT untuk melakukan kerja kerja penyelamatan sumber sumber penghidupan rakyat, lingkungan hidup, Masyarakat adat dengan prinsip prinsip keadilan ekologis. Beberapa kerja advokasi yang dilakukan adalah advokasi Cagar Alam Mutis di TTS, Penghentian Penebangan illegal kayu Sonokeling di TTU, penghentian Tambang Batu Gamping di Manggarai Timur, advokasi reklamasi Balauring di Lembata, hingga urusan advokasi ruang publik ditangah maraknya privatisasi pesisir di NTT.

Salah satu yang menjadi fokus beliau di NTT adalah penyelamatan keanekaragaman hayati khas NTT yang makin ditinggalkan dan menuju kepunahan. Padahal keanekaragaman hayati tersebutlah yang menemani dan menghidupi Masyarakat di NTT secara turun temurun. Misalnya, keanekaragaman pangan seperti Shorgum, Lontar, Putak, Kenari dan lain lain. Atau keunikan bentang alam Karst NTT sebagai ekosistem khas yang dominan di NTT.

Kekayaan lainnya seperti Cendana, Komodo, Kura Kura Leher Ular, Dugong, Rusa Timor, Kuda Sandalwood juga terus mengalami pemburukan populasi akibat kebijakan yang tidak melindungi keberlanjutan keanekaragaman hayati endemik NTT.

Umbu Wulang percaya bahwa Masyarakat adat NTT adalah garda depan dalam memastikan keadilan ekologis di NTT. Masyarakat adat yang eragam di NTT selama ini mengalami proses penihilan peran di ruang ruang Pembangunan. Seringkali hanya dijadikan simbol pelengkap Pembangunan. Semua keanekaragaman hayati tersebut tentu secara turun temurun adalah teman hidup Masyarakat adat di NTT. Tidak melibatkan Masyarakat adat dalam skema skema pemulihan ekologis adalah menihilkan peran Masyarakat adat yang sangat penting.

Bicara memulai keadilan ekologis atau pemulihan lingkungan hidup di NTT dengan menihilkan peran dan mengabaikan aspirasi masyarakat adat di NTT adalah bukanlah perjuangan sejati. Karena mengabaikan masyarakat adat itu artinya adalah permulaan yang tidak adil.”

 “ Sebaiknya tahu diri dan meminta maaf karena abai dan gagal mengartikulasikan kepentingan masyarakat adat untuk melindungi peradaban ruang hidup (kampung, kota) dan sumber daya alamnya. Tanpa Masyarakat adat, apa kemuliaan peradaban yang kita bisa banggakan hari ini? Pranata adat sosial, moralitas jaga alam, kain tenunan, Rumah Adat/Tradisional, Ilmu Pengobatan, Pangan Lokal, seni budaya?  Tanpa kesetiaan dan militansi masyarakat adat turun temurun, tidak ada yang bisa kita banggakan hari ini di NTT. Sialnya, tidak bisa banyak berharap kalau kita asing dan tidak merasa menjadi bagian yang integral dari peradaban masyarakat adat. Mari menjadi bagian dari gagasan dan kerja Pemulihan  Ekologis di NTT !”

Tentang

Riwayat pendidikan

SDM Payeti 3, Jalan S. Parman, Payeti, Sumba Timur, lulus 1993

SMPN 1 Waingapu, Jalan I.H. Doko No.6, Sumba Timur, lulus 1996

SMAN 1 Waingapu, Jalan Majapahit, Radamata, Sumba Timur. lulus 1999

Jurusan Sosiatri (Minat Studi Pekerjaan Sosial) STPMD”APMD” Yogyakarta, Jalan Timoho No. 317, Yogyakarta, lulus 2007

TENTANG

Kursus/ Pelatihan

  1. Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan GMKI dan LPM TEROPONG Yogyakarta, 2001, 2003, 2004, 2006, 2007, 2008)
  2. Pelatihan Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU) yang diselenggarakan LBH Yogyakarta (UGM Yogyakarta, 2009)
  3. Pelatihan dan Seminar pembuatan Data Informasi Bencana Indonesia ( DIBI) yang diselenggarakan Badan Kimpraswil Propinsi DI. Yogyakarta (Yogyakarta, 2009-2010)
  4. Kursus Bahasa Inggris New Gama Yogyakarta ( 1999-2000)
  5. Pelatihan lingkungan hidup ”Menjadi Enviromentalism” oleh WALHI Yogyakarta (2008)
  6. Pelatihan Jurnalistik Olahraga oleh Tabloid ”BOLA” Yogyakarta (2005)
  7. Pelatihan Penguatan Posyandu oleh Yayasan Sosial Donders dan ACCESS di Sumba Barat Daya
  8. Pelatihan Media oleh Studio Driya Media dan ACCESS di Sumba Tengah (2012)
  9. Lokalatih Media oleh Studio Driya Media dan ACCESS di Sumba Barat (2013)

TENTANG

Riwayat Organisasi

  1. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Yogyakarta
  2. Lembaga Pers Mahasiswa TEROPONG, Yogyakarta
  3. Komunitas Relawan “SAHAJA”, Komunitas Peduli Martabat Tanah Sumba (KPMTS), Komunitas “BRANTAS”, Komunitas WAI HUMBA, Sumba. Komunitas “Peka Oli”

TENTANG

Riwayat Pekerjaan

  1. Koordinator Pengorganisasian Rakyat/Kampanye di Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Yogyakarta ( 2007-2009)
  2. Pemimpin Redaksi Majalah “TOEGOE” WALHI Yogyakarta ( 2008-2009)
  3. Koordinator bulletin “Impianku” di Jaringan Relawan Kemanusiaan Yogyakarta (2006-2007)
  4. Sutradara Film Dokumenter lingkungan“Asa di Negeri Seribu Satu Goa” di Pacitan (2008)
  5. Koordinator Kabupaten Sumba Barat Daya di PT. Mazars Indonesia ( 2012-2013)
  6. Relawan dan Staf Media Yayasan Sosial Donders Sumba Barat Daya (2010-sekarang)

TENTANG

Tanda penghargaan

  1. Penghargaan Cinderamata sebagai Narasumber dalam Matakuliah “Ekonomi dan Politik Internasional oleh fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM Yogyakarta ( 2009)
  2. Penghargaan Cinderamata sebagai Narasumber dalam Seminar Lingkungan Hidup “Penghijauan Daerah Aliran Sungai” oleh MAPALA Satu Bumi UGM Yogyakarta. (2008).
  3. Penghargaan Cinderamata sebagai Narasumber dan Juri dalam Talk Show “ Iklan Bicara Lingkungan” oleh Fakultas Geografi UGM Yogyakarta. (2009).
  4. Penghargaan Cinderamata sebagai Narasumber dalam Penyuluhan Lingkungan Hidup di Desa Turgo, Yogyakarta. (2009).
  5. Penghargaan Cinderamata sebagai Narasumber dalam Diskusi dan Penyuluhan Global Warming oleh MAPALA Hijau STEI UGM Yogyakarta. (2008).
  6. Penghargaan Cinderamata sebagai Narasumber dalam seminar “ Hasil Hutan Non Kayu dan Permasalahannya” oleh Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. (2009).
  7. Penghargaan Cinderamata sebagai Narasumber dalam Seminar “ Kontribusi Industri Kehutanan Lokal Terhadap Perkembangan Perekonomian Global “ oleh Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. (2009).

TENTANG

Riwayat Perjuangan

  1. Berjuang bersama Masyarakat petani Korban Tambang di Kluwih, Pacitan (2008)
  2. Berjuang bersama masyarakat korban pabrik gula “Madukismo” di Bantul, Yogyakarta (2008-2009)
  3. Berjuang bersama masyarakat petani pesisir korban tambang Pasir Besi di Kulonprogo, Yogyakarta (2008-2009)
  4. Berjuang bersama masyarakat petani korban tambang di kawasan Wanggameti dan kawasan Tana Daru di Sumba (2010 –sekarang)
  5. Pengkampanye perlindungan daya dukung alam dan pertanian organik/selaras alam di Sumba (2011-sekarang)
  6. Pengkampanye budaya secara independen di Sumba; “Menjadi Humba”. Nda Humba Li La Mohu At’ta ( Kita bukan Humba yang menuju Kemusnahan) (2012-sekarang)
  7. Pegiat media komunitas maupun kampung dengan Koran Selembar (Kobar) di Sumba (2011-sekarang)
  8. Membuat film dokumenter sosial bersama Yayasan Sosial Donders dan warga berjudul “Jakku Helu Keduka” ( Saya Tidak Mencuri Lagi) di Kalena Rongo, Kodi, Sumba Barat Daya
Social Share Buttons and Icons powered by Ultimatelysocial
Scroll to Top